Sunday October 2, 2011 Ya bunayya ! .. wala tamsyi fil ardhi maraha ! Begitulah panggilan mesra Luqman al-Hakim kepada anaknya di beberapa ayat surah Luqman, "Wahai anak kecilku !" Kekecilan dalam pandangan ayah itu adalah punca yang memuncakkan kasih kepada anak. Walatamsyi fil Ardhi maraha Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dg sombong Sombong adalah jubah nya Allah, manusia tdk berhak untuk memilikinya. Karena manusia adalah lemah jauh dr kata bismillahilladzilaa yadhurru ma'asmihi syaiun fil ardhi wala fissama | Doa Mohon Perlindungan Pagi dan Sore----- Jika Anda Suka Dengan S AllahSWT berfirman dalam al-Qur'an surat al-Isra' : 37 , ("Walâ tamsyi fil ardhi maraha, innaka lan takhriqal ardha wa lan tablughal jibâla tûlâ". Janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong, sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan pernah menyamai setinggi gunung-gunung). Sindiran Allah SWT OlahragaWala tamsyi fil Ardhi marohan Qhj. Posts. Reels Perjalanankeluar tersekat cukup lama untuk melepasi prosedur imigresen. Kerana borang imigresen HK sudah habis semasa di pesawat, sebahagian besar anggota rombongan kami terpaksa menghabiskan banyak masa mengisi borang di HKIA sebelum beratur di belakang kerumunan besar penumpang dari semua jurusan yang baru tiba. w5YLe. Begitulah panggilan mesra Luqman al-Hakim kepada anaknya di beberapa ayat surah Luqman, "Wahai anak kecilku !" Kekecilan dalam pandangan ayah itu adalah punca yang memuncakkan kasih kepada anak. Hanya ayah yang tahu bagaimana kasihnya kepada anak dan anak pula meskipun tahu ayahnya kasih kepadanya, tidak akan setahu ayah itu sendiri tentang takat kasih di hatinya. Ungkapan kasih tiada terbatas boleh menjadi pemanis kata, namun ungkapan itu sendiri tidak mampu menggambarkan betapa luasnya wilayah liputan kasih ayah kepada anaknya. Anak mungkin terasa rimas dengan kasih ayahnya. Rimas itu mungkin akan berkembang menjadi kebencian oleh anaknya. Ayahnya bukan pakar pemberi kasih dalam konteks fizikalnya. Anak-anak hanya mampu membaca bahasa badan. Marah ayahnya diterjemahkan sebagai ngauman yang menjadi igauan. Manjaan ayah bahkan diterjemahkan sebagai bodek yang meloyakan. Namun yang tersirat di hati ayahnya yang sarat dengan kasih sayang tiada kan dimengerti oleh mereka. Anak-anak kian membesar, lalu mendewasa sudah punya dunia sendiri. Tidak seperti masa kecilnya, mereka melihat ayah ibu sebagai dunia mereka. Mereka sudah merasa sudah boleh menjaga diri. Ibu bapa sudah tiada kuasa melarang. Mereka sudah punya kodrat diri bila merasa sumber wang mereka tidak lagi 100% dari ayah ibu, meski secuil wang yang diperolehi itu hanya mampu menampung sebahagian kecil keperluannya untuk perjalanan kemandiriannya. Ibu bapa mulai belajar merelakan mereka pergi dan selubung risau dan khuatir diri menguasai, takut akan terjatuh, tersungkur atau terlungkup. Ibu bapa yang sudah sekian lama menyaksikan ganas dan peritnya kehidupan kian gerun dan kecut hatinya membayangkan anak-anaknya melalui hutan rimba yang tiada diketahuinya di mana sang pemangsa mengendap untuk menerkamnya dan meninggalkannya terkapai tiada siapa diharap memberikan bantuan. Mereka mulai menghujatkan pandangan ibu bapanya kerana dianggap sudah ketinggalan info di zaman serba nyaman. Hujah klasik lagi bukan bahasa mereka. Hujah berteknologi adalah bahasa canggih penuh kesaktian yang mereka harap untuk menjadi sandaran pelepas diri dari norma kehidupan. Kesombongan sudah menguasai diri. Ibu bapa bukan lagi menjadi teladan terpuji. Guliran pedaya dunia yang menyilaukan dianggapnya telah meninggalkan ibu bapa jauh dalam belantara kekolotan yang tiada layak untuk memberinya nasihat bererti. Bukan sahaja dunia nyata dianggapnya tidak berpijak pada realiti. Bahkan realiti virtual yang memberinya ruang meneroka tanpa batas kini dianggap bagai dunia sebenar yang lebih bererti. Dia sudah merasa boleh bersombong diri kepada manusia yang memberi kasih sayang tiada terperi. Apakah lagi yang mampu menyelamatkan anak yang kini terpana dan tenggelam dalam sombong diri dalam lautan dunia rekaannya selain dari tawakkal dan tawakkal akan kuasa Ilahi yang menguasai hati ? Allahumma, selamatkan anak-anakku dari bencana kesombongan yang mungkin mengendap untuk memangsa mereka. Jika sudah ada benih-benih kesombongan zaman siber menggerogoti hati mereka, berilah kekuatan kepada mereka melenyapkannya. Jika sudah di luar kuasa mereka, berikan kami kekuatan bersabar dan kurniakan kami kaffarah atas dosa kami dalam kurniaan sabar itu. Hanya Engkau yang mampu membolak-bolakkan hati sebagaimana Engkau sahaja berkuasa menetapkan hati. Tetapkan hati kami dan anak-anak lama atas landasan iman yang kukuh ke hadrat-Mu ! Ayat ini menerangkan lanjutan wasiat Lukman kepada anaknya, yaitu agar anaknya berbudi pekerti yang baik, dengan cara 1. Jangan sekali-kali bersifat angkuh dan sombong, membanggakan diri dan memandang rendah orang lain. Tanda-tanda seseorang yang bersifat angkuh dan sombong itu ialah -Bila berjalan dan bertemu dengan orang lain, ia memalingkan mukanya, tidak mau menegur atau memperlihatkan sikap ramah. -Berjalan dengan sikap angkuh, seakan-akan ia yang berkuasa dan yang paling terhormat. Firman Allah Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung. al-Isra'/17 37 Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda Janganlah kamu saling membenci, janganlah kamu saling membelakangi dan janganlah kamu saling mendengki, dan jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara. Tidak boleh bagi seorang muslim memencilkan tidak berbaik dengan temannya lebih dari tiga hari. Riwayat Malik dari Anas bin Malik 2. Hendaklah berjalan secara wajar, tidak dibuat-buat dan kelihatan angkuh atau sombong, dan lemah lembut dalam berbicara, sehingga orang yang melihat dan mendengarnya merasa senang dan tenteram hatinya. Berbicara dengan sikap keras, angkuh, dan sombong dilarang Allah karena gaya bicara yang semacam itu tidak enak didengar, menyakitkan hati dan telinga. Hal itu diibaratkan Allah dengan suara keledai yang tidak nyaman didengar. Yahya bin Jabir ath-tha'i meriwayatkan dari Gudhaif bin haris, ia berkata, "Aku duduk dekat 'Abdullah bin 'Amr bin al-'ash, maka aku mendengar ia berkata, 'Sesungguhnya kubur itu akan berbicara dengan orang yang dikuburkan di dalamnya, ia berkata, 'Hai anak Adam apakah yang telah memperdayakan engkau, sehingga engkau masuk ke dalam liangku? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku rumah tempat engkau berada sendirian? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku tempat yang gelap? Tidakkah engkau mengetahui bahwa aku rumah kebenaran? Apakah yang memperdayakan engkau sehingga engkau masuk ke dalam liangku? Sesungguhnya engkau waktu hidup menyombongkan diri." Sederhana atau wajar dalam berjalan dan berbicara bukan berarti berjalan dengan menundukkan kepala dan berbicara dengan lunak. Akan tetapi, maksudnya ialah berjalan dan berbicara dengan sopan dan lemah lembut, sehingga orang merasa senang melihatnya. Adapun berjalan dengan sikap gagah dan wajar, serta berkata dengan tegas yang menunjukkan suatu pendirian yang kuat, tidak dilarang oleh agama. Menurut suatu riwayat dari 'Aisyah bahwa beliau melihat seorang laki-laki berjalan menunduk lemah, seakan-akan telah kehilangan kekuatan tubuhnya, maka beliau pun bertanya, "Mengapa orang itu berjalan terlalu lemah dan lambat?" Seseorang menjawab, "Dia adalah seorang fuqaha yang sangat alim." Mendengar jawaban itu 'Aisyah berkata, "Umar adalah penghulu fuqaha, tetapi apabila berjalan, ia berjalan dengan sikap yang gagah, apabila berkata, ia bersuara sedikit keras, dan apabila memukul, maka pukulannya sangat keras." Dan janganlah kamu sombong. Janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia secara congkak dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Bersikaplah tawaduk dan rendah hati kepada siapa pun. Sungguh, Allah tidak menyukai dan tidak pula melimpahkan kasih sayang-Nya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

wala tamsyi fil ardhi maraha